Review Film : Wonderful Life, Karena Semua Anak Terlahir Sempurna


Dear Friends,

Sebagai pecinta film, saya sungguh bahagia ketika mendapat kesempatan untuk nonton bareng film "Wonderful Life" hari Kamis, tanggal 13 Oktober 2016 lalu bersama teman-teman komunitas Kopi Semarang dan Blogger Gandjel Rel.

Film bergenre keluarga ini di produseri oleh Angga Dwimas Sasongko, Handoko Hendroyono, Rio Dewanto dan di sutradarai oleh Agus Makkie. Sedangkan skenarionya ditulis oleh Jenny Jusuf. Meski film ini sarat akan pesan namun ceritanya dikemas dengan ringan dan alur cerita yang dinamis. Adanya beberapa pemain kawakan seperti Lidya Kandow, Arthur Tobing, Alex Abbad hingga Didik Nini Thowok membuat film ini semakin berwarna.

Film ini rekomended bagi para orangtua maupun calon orangtua. Bagaimana ceritanya?

Sinopsis :

Cerita dimulai dari kehidupan Amalia Prabowo (Atiqah Hasiholan) seorang CEO perusahaan advertising besar yang memiliki seorang anak laki-laki bernama Aqil (Sinyo). Sejak kecil Amalia dididik dengan pola asuh serba perfeksionis dan disiplin. Hal ini juga mempengaruhi sikapnya di lingkungan kerja. Pola asuh yang cenderung perfeksionis juga diterapkan pada anaknya, Aqil. Amalia terkejut ketika dipanggil pihak sekolah yang menjelaskan bahwa Aqil jarang menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Aqil mengalami kesulitan belajar. Akhirnya Amalia membawa Aqil ke beberapa psikolog dan hasilnya mengejutkan. Aqil divonis disleksia, yaitu suatu kondisi dimana Aqil kesulitan membaca dan menulis.

Amalia yang ingin anaknya selalu berprestasi dalam hal akademik berupaya untuk menyembuhkan Aqil. Ditambah desakan Ayahnya, Amalia kemudian membawa Aqil keliling Jawa untuk mencari pengobatan alternatif. Meninggalkan pekerjaannya di kantor, Amalia memulai perjalanannya mencari obat bersama Aqil. Dari sinilah petualangan dimulai. Berbagai pengobatan alternatif yang "aneh" bahkan didatangi Amalia demi kesembuhan Aqil. Bahkan hampir-hampir jadi korban dukun cabul. Dari semua pengobatan alternatif yang didatangi Amalia tak satupun yang memberikan hasil. Salah satu tabib bahkan mengatakan bahwa Aqil tidak sakit. Bahkan di akhir kalimat, sang tabib mengatakan bahwa "Setiap anak terlahir sempurna". Dalam kondisi tertekan karena tak mendapatkan hasil dalam mencari pengobatan untuk Aqil, Amalia mendapatkan kabar buruk bahwa proyeknya gagal.

Dari perjalanan mencari pengobatan untuk Aqil inilah Amalia kemudian menyadari bahwa yang dibutuhkan Aqil adalah dirinya. Aqil tidak butuh obat tetapi butuh ditemani. Aqil hanya butuh motivasi untuk melakukan apa yang dia suka yaitu menggambar. Ternyata kemampuan menggambar Aqil luar biasa. Saat itulah Amalia menyadari kekeliruannya, dan berusaha memperbaiki keadaan.

Bagaimana kelanjutan kisah ini? Apakah Amalia bisa menerima Aqil apa adanya? Bagaimana dengan sikap Ayah Amalia?

Lebih asyik nonton sendiri deh, daripada saya ceritain, hehe. Tapi film ini sarat akan pesan, bahwa setiap anak terlahir sempurna. Mereka lahir membawa kecerdasan mereka masing-masing. Tinggal kita sebagai orangtuanya yang berkewajiban membimbing dan mengarahkan mereka.



Film yang diangkat dari kisah nyata Amalia Prabowo ini tak hanya diperuntukkan bagi orangtua yang memiliki anak disleksia saja tetapi juga para orangtua pada umumnya. Terutama orangtua yang terlalu sibuk dengan berbagai urusan mereka sendiri dan terlalu menuntut anak-anak sesuai dengan ambisi dan keinginan mereka. Sebagai orangtua saya merasa tersentil juga, karena tidak jarang saya menuntut anak-anak saya untuk selalu sempurna. Jangan sampai hanya karena menuruti ambisi orangtua semata, anak-anak yang jadi korban. Kebahagiaan anak adalah ketika memiliki orangtua yang berbahagia.

Sebagian teman-teman berpose di depan poster Wonder Life usai menonton

Posting Komentar

19 Komentar

  1. Ooo kita nonton bareng komunitas KOPI juga ternyata ya? Wah, aku belum kenal mba, cuma 'rasan-rasan' sama beberapa temen aja, kok kayaknya ada komunitas lain selain Gandjel Rel.
    Film ini memang sudah selayaknya diulas oleh banyak blogger. Pembelajarannya bagus buat masyarakat kita yang cenderung otodidak untuk urusan pola asuh anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe..mbak Evy, ada juga yang dari komunitas KOPI mbak. Saya juga anggota komunitas KOPI kok..:D

      Hapus
  2. Semua ada ilmunya.. termasuk mengasuh anak ya.. sayangnya banyak yang belum sadar pentingnya parenting, baru sadar setelah puyeng jadi orang tua :D Dan film ini bagus banget untuk menyadarkan orang untuk melek parenting :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul..sampai sekarangpun aku nggak pernah berhenti belajar menjadi orangtua yang baik, karena aku merasa jauh dari kata baik menjadi orangtua

      Hapus
  3. selalu suka sm film2 yg mengangkat cerita ttg keluarga, khususon parenting, jd pgn nonton nih mbk, pnasaran sm kelanjutnnya gmn cra amalia ngatasinnya yak, pluusss, itung2 nambah ilmu ttg parenting.

    BalasHapus
  4. semua sempurna, kadang orang luar yang g tau apa2 yang nganggepnya dirinya sendiri perfect :"(
    ah ilmu sabar itu emang panjang jalannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mi, padahal kondisi tiap orang berbeda-beda. Yang baik bagi dia belum tentu baik bagi kita

      Hapus
  5. Mb ita bocorin endingnya dung #anaknya spoiler abezzz ahihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha...mosok aku suruh mbocorin, ntar dijitak produser aku dek
      Nonton sana, sama tamasmu :D

      Hapus
  6. Huhuhu... Aku belom aja nih nonton film ini. Pdhl kmaren dapet undangan. Bagus banget ya filmnya. Wajib buat para orang tua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah...rugi kalo nggak nonton film ini, Teh. Rekomended deh

      Hapus
  7. dari beberapa hari yang lalu udah niat mau nonton film ini tapi sampe sekarang belum kesampean juga, hiks :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi, semoga ada waktu buat nonton film ini ya mbak Ira

      Hapus
  8. liat beberapa blog pada nullis ini, ternyata non bar nya bareng bareng semua ya bu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya pak..kemarin waktu pemutaran perdana ada nonton bareng

      Hapus
  9. Pengin nonton jadinya. Sampai kapan ya, Mbak?

    BalasHapus
  10. Yes, kita nggak boleh menuntut anak2 karena masa depan mereka, bukan milik kita. Biarkan aja anak2 memilih dunianya sendiri. Kalo anak2 bahagia, kita pun turut bahagia kok :D

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com