The Kirana Tembok, Menuju Destinasi Wisata Berkelanjutan




Dear friends,

Tahun 2017 Indonesia berada di peringkat 42 dunia berdasarkan Travel and Tourism Competitiveness Index World Economic Forum. Atas dasar tersebut pemerintah menargetkan agar Indonesia berada di peringkat 30 dunia, pada tahun 2019 mendatang. 

Untuk mencapai target tersebut, makanya pemerintah dalam hal ini Menteri Pariwisata mengajak semua pihak termasuk swasta, sektor publik dan masyarakat untuk meningkatkan environmental sustainability melalui ajang Indonesia Sustainable Tourism Award. 

Sustainable Tourism atau pariwisata berkelanjutan kini sudah menjadi isu global. Indonesia sendiri sangat concern terhadap pengembangan pariwisata yang ramah lingkungan, sebab lingkungan yang terjaga merupakan aset bagi pariwisata dan sangat berpotensi untuk mendatangkan wisatawan. 

Kenapa sih, saya tiba-tiba ngomongin tentang destinasi wisata berkelanjutan? Sebenarnya ini ada hubungannya dengan perjalanan saya ke Bali bersama teman-teman beberapa waktu lalu. Tujuan kami datang ke Bali adalah untuk melihat secara langsung bagaimana proses sebuah destinasi wisata berkelanjutan dibangun. Sebuah tempat yang sedang berproses menuju destinasi wisata berkelanjutan adalah The Kirana Tembok.

The Kirana Tembok, Menuju Destinasi Wisata Berkelanjutan

The Kirana Tembok yang dibangun di atas lahan perkebunan kelapa mengusung konsep resort yang menyatu dengan alam. Sebagian besar material bangunannya berbahan alam dan menggunakan kayu-kayu ulin bekas sebagai tiang penyangganya. Saya bahkan melihat sendiri bagaimana kayu-kayu ulin tersebut dibiarkan dengan beberapa lubang bekas paku. Malah menambah kesan artistik, menurut saya. Pagar dengan material batu alam berdiri kokoh mengelilingi The Kirana Tembok. 

Berlokasi di Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng yang berbatasan dengan Kabupaten Karangasem, The Kirana Tembok sedang dikembangkan menjadi sebuah destinasi wisata berkelanjutan. Ide ini berawal dari kehidupan sosial masyarakat Desa Tembok yang dulunya memiliki mata pencaharian sebagai pembuat gula aren, pembuat arak, pembuat minyak kelapa dan kerajinan berupa anyaman. Sayangnya makin hari masyarakat yang memiliki mata pencaharian tersebut makin berkurang karena beralih pada mata pencaharian lain. Alasan inilah yang membuat The Kirana Tembok menyertakan konsep “Rumah Proses” di dalam resort-nya.

Keberadaan “Rumah Proses” di The Kirana Tembok akan menjadi sarana bagi pengunjung untuk belajar dan melihat secara langsung bagaimana cara membuat minyak kelapa, gula aren, mengolah kopi, membuat arak, garam dan lainnya. Di sinilah pengunjung The Kirana Tembok nantinya akan merasakan pengalaman berwisata yang berbeda. Pengalaman berwisata yang tak hanya bisa diceritakan tetapi juga bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Bercengkerama di Bale The Kirana tembok
Saya hanya manggut-manggut saat mendengar penjelasan mengenai konsep destinasi wisata berkelanjutan yang akan diterapkan di The Kirana Tembok. Saya dan teman-teman blogger bercengkerama di sebuah bale yang terletak di samping dapur terbuka The Kirana Tembok sembari menikmati LakLak buatan Nini dan para asistennya. Laklak merupakan kudapan khas Bali yang mirip dengan serabi dan disajikan lengkap dengan kelapa parut yang dicampur dengan kinca gula aren. Selain itu segelas es kelapa muda juga disuguhkan untuk menghilangkan dahaga kami siang itu.

Setelah menikmati kudapan, kami lalu beranjak ke bagian belakang The Kirana Tembok. Oh iya, The Kirana Tembok ini memiliki luas sekitar 3 hektar yang dibagi menjadi 3 bagian. Bagian depan adalah area Rumah Proses, bagian tengah area kantor dan bagian belakang adalah resort. Di beberapa area akan ditanami juga pohon buah-buahan yang nantinya bisa dinikmati pengunjung. Sebuah bangunan dari kayu yang nantinya akan dijadikan restoran sudah berdiri di sana. Pun sebuah kapel yang didesain agak menjorok ke laut, saya prediksi bakalan jadi spot foto yang paling difavoritkan oleh pengunjung The Kirana Tembok kelak. 


Resto The Kirana Tembok

Area bagian belakang The Kirana Tembok berbatasan langsung dengan pantai. Hal ini juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan, karena bisa menikmati ikan bakar hasil pancingan nelayan yang masih segar seperti pengalaman saya dan teman-teman beberapa waktu lalu. 

Pengalaman kami makin lengkap ketika malamnya kami menginap di rumah penduduk, melihat secara langsung aktivitas mereka baik ketika di dapur maupun ketika bekerja mengurus hasil kebun dan ternaknya. Keesokan harinya saya dan teman-teman juga berkesempatan melihat secara langsung proses pembuatan gula aren dan kerajinan anyaman. Benar-benar pengalaman yang tak akan terlupakan.

Mengintip pembuatan gula aren di rumah penduduk

Nah, untuk mengembangkan sustainable tourism, ada tiga poin penting yang harus menjadi perhatian yaitu lingkungan, komunitas dan ekonomi. Ketiganya saling berkaitan. Pengembangan destinasi wisata berkelanjutan harus memperhatikan aspek pelestarian alam bebas, kualitas dan keamanan air serta konservasi energi. Sedangkan dari segi komunitas, pariwisata berkelanjutan juga wajib mempertahankan atraksi, memiliki manajemen untuk pengunjung, memperhatikan kebiasaan pengunjung, menjaga warisan budaya dan lainnya. 

Selain itu, pariwisata berkelanjutan juga harus memantau perekonomian dalam hal adanya peluang kerja bagi warga setempat, ada keterlibatan publik, ada penghargaan dan pemahaman bagi para turis, dan juga akses lokal. 

Diharapkan The Kirana Tembok mampu menjadi sebuah destinasi wisata berkelanjutan yang mampu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. 




Posting Komentar

0 Komentar