Suka Duka Menjadi Seorang Freelancer

dokpri. work from everywhere ala freelancer



Dear friends,

Suka duka menjadi seorang freelancer. Saat ini banyak banget pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa harus ngantor. Berbagai jenis pekerjaan lepas seperti mendesain, menulis, menerjemah bahkan mengelola media sosial bisa dilakukan dari rumah. 

Semacam ada kenyamanan tersendiri yang bisa didapat dengan bekerja di rumah. Seperti saya nih, selain bisa disambi mengerjakan pekerjaan rumah tangga, saya bisa menghasilkan ekstra money dengan bekerja dari rumah. Saya sendiri sudah 10 tahun menjalani pekerjaan sebagai seorang freelancer. 


Mendengar kata freelance atau pekerja lepas, hal yang mungkin ada di benak teman-teman  adalah bisa bekerja fleksibel, waktu yang bisa diatur sendiri, atau pendapatan yang tanpa batas. Sebaliknya, ada pula beberapa orang yang beranggapan bahwa bekerja freelance cenderung tidak memiliki prospek, pendapatannya yang kecil, atau kerja tanpa kenal waktu. 

Tetapi, ternyata nggak banyak yang paham akan pekerjaan seorang "freelancer" sebenarnya. Banyak yang masih berpikir bahwa seorang Freelancer itu sebenarnya adalah seorang pengangguran terselubung. Padahal kenyataannya kan nggak kayak gitu ya. Freelancer juga tetep kerja. Kalo disebutin satu per satu malah banyakan to do list nya freelancer kali dibanding orang-orang yang kerja kantoran. 

Banyak yang masih beranggapan bahwa bekerja itu ya harus keluar dari rumah. Pergi pagi pulang petang. Ya ampun, kamu ketinggalan jaman Rudolfo. Hal-hal seperti inilah yang membuat dunia freelancer menjadi berwarna. Nah, apa aja sih suka dukanya menjadi seorang freelancer? Check this out sebelum kalian memutuskan untuk menjadi freelancer, ya!

Sering Disangka Pengangguran

Saya sering banget jadi sasaran MLM atau dikasih info kerjaan karena disangka pengangguran. Bahkan orang-orang dekat berbaik hati menawarkan pekerjaan yang jauh dari keahlian saya. "Mbok kamu jualan ini, tawarin ke orang-orang, ke toko-toko. Mayan lho, kalo kejual seribu pcs kamu dapat 30ribu". Rasanya "Ingin kuteriaaaaaaak. Ambyar!!!". 

Sering juga tiba-tiba dikasih kerjaan dadakan. "Kamu kan di rumah nggak ngapa-ngapain, mbok kamu aja yang ngerjain". Waduh, kerjaan saya di rumah numpuk buuk. Ada baju yang musti dicuci, lantai yang musti disapu, meja yang musti dilap.  Mau bantuin, buk? LOL.

Menghadapi Pertanyaan Orang tentang Pekerjaan 

"Sebenarnya, kamu ngapain aja sih di rumah? Kamu kerja apa? Kerja kok di rumah?". Nggak sekali dua kali saya menghadapi berbagai pertanyaan seputar pekerjaan saya. Entah berapa kali saya menjelaskan bagaimana sebenarnya pekerjaan saya, dan respon mereka terhadap jawaban saya hanya "oh, jadi kamu nulis? Nulis apa? Trus, bagaimana bisa kamu nulis doang tapi dapat duit?". Duh Gusti, setelah dijelasin panjang lebar pun mereka juga tetep aja belum tentu ngerti. Tapi setidaknya mereka sekarang tahu kalau pekerjaan saya itu nulis eh ngetik.

Waktunya Fleksibel

Seorang freelancer biasanya akan diberikan deadline untuk mengerjakan suatu proyek. Durasi pengerjaan ini akan dibicarakan sedetil mungkin antara klien dengan sang pekerja lepas. Dengan demikian, asalkan pekerjaan bisa selesai sebelum tenggat waktu yang disepakati, freelancer bisa bekerja di hari atau jam lain yang ia idamkan – seperti tengah malam atau di sore hari saja. Hal ini berbeda dengan pekerja kantoran yang harus datang pagi dan pulang di sore hari.

Punya Kesempatan untuk Belajar Banyak Hal

Selain perihal pendapatan dan lokasi bekerja, seorang freelancer juga akan memiliki kesempatan untuk mempelajari banyak hal. Misalnya, agar tulisan yang dibuat bisa memuaskan ekspetasi klien, seorang penulis artikel akan melakukan riset mendalam terkait topik yang ia diberikan. Pada proyek pertama, ia membuat tulisan mengenai kesehatan. Namun, proyek selanjutnya, ia mendapatkan klien dari industri keuangan. Mau tak mau, ia harus mempelajari dua topik yang amat jauh berbeda tersebut untuk membuat tulisan yang bagus, mendalam, dan bukan kaleng-kaleng.

Belajar untuk Disiplin Waktu

Karena seorang freelancer bekerja untuk dirinya sendiri, maka ia akan perlu belajar mengatur segalanya sendiri untuk bisa “bertahan hidup”. Ia akan mengontrol pemasukan, jam bangun, jam makan, hingga durasi pengerjaan proyek. Saya juga masih harus belajar banyak mengenai disiplin waktu ini. Kadang, saya terlalu permisif pada diri sendiri, akibatnya saya sendiri yang harus menanggung akibatnya yang bikin ssya harus lembur untuk mnyelesaikan deadline. Disiplin waktu menjadi manfaat sekaligus tantangan bagi seorang freelancer agar bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

Itu dia, sukanya menjadi seorang freelancer. Namun, sebelum memutuskan untuk menjadi freelancer, ada baiknya teman-teman mengetahui dukanya menjadi seorang freelancer. 

Harus Siap Menghadapi Pendapatan yang Tak Pasti

Pada kasus freelancer yang mengerjakan satu proyek satu waktu, maka pemasukan yang didapatkan akan cenderung tidak pasti. Ia akan perlu mengirimkan proposal dan ratecard ke banyak calon klien setiap kali pekerjaan sebelumnya sudah selesai. Dan layaknya melamar kerja bisa, proposal yang kita kirimkan juga belum tentu diterima karena persaingan yang semakin ketat. Hal ini tentu berbeda dengan pekerja kantoran yang mendapatkan gaji rutin setiap bulannya. Jadi, kalau nggak ada kerjaan ya jangan harap ada pendapatan ya, karena pendapatan kita bergantung dari banyaknya penawaran yang kita lakukan kepafa calon klien-klien kita. 

Dikejar Klien Kapan Saja Dimana Saja

Nah, ini alasan lain yang membuat orang juga pikir-pikir sebelum menjadi freelancer. Karena ia bisa bekerja dimana saja, maka klien juga akan berusaha menghubungi freelancer-nya kapanpun dan dimanapun. Tak perduli kamu tengah liburan atau sedang bercengkerama dengan keluarga atau bahkan sedang nonton setelah pekerjaan diberikan, kamu berisiko tetap diminta mengerjakan revisi atau permintaan lain dari klien. Kalau saya sih, ya sudah lah terima saja, toh ini risiko buat freelancer

Risiko Kompensasi yang Tidak Adil dan Dibayar Murah

Selain ada risiko pendapatan yang tidak pasti, seorang freelancer juga berpotensi menerima fee atau kompensasi yang berbeda dengan karyawan tetap, walau mungkin pekerjaan yang dilakukan memiliki kesulitan yang sama. Beberapa freelancer juga berisiko dibayar murah walau pekerjaan yang dilakukan cenderung sulit dan memerlukan riset mendalam. Syukurnya saya belum pernah mengalami hal seperti ini, karena biasanya klien melakukan negosiasi sebelum saya mengerjakan pekerjaan ini, jadi sudah ada kesepakatan antara dua belah pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. 

Rutinitas yang berantakan dan masalah kesehatan

Fleksibilitas dalam bekerja freelance dapat menjadi bumerang - dimana ia bisa bekerja di malam hari dan tidur di pagi harinya. Selain itu, karena alasan finansial, beberapa freelancer mungkin harus mengerjakan banyak proyek dalam satu waktu, yang membuat jam tidur dan istirahatnya terganggu. Karena rutinitas yang berantakan tersebut, seorang freelancer rentan kurang beristirahat, kurang berolahraga, dan kurang nutrisi. Risiko kesehatan fisik dan mental juga menjadi isu yang dihadapi banyak seorang freelancer. Beberapa waktu lalu, ketika saya harus dirawat di rumah sakit masih harus ngerjain pesanan artikel yang sudah masuk deadline. Alih-alih beristirahat untuk memulihkan kesehatan, saya harus tetap profesional menjalankan profesi saya sebagai freelancer. 

Itulah gambaran suka duka menjadi seorang freelancer, jadi silahkan temann-teman mempertimbangkan sebelum memtuskan untuk bekerja menjadi freelancer. 

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Setuju banget soal belajar hal baru. Aku justru jadi berani mencoba banyak hal setelah mulai jadi freelancer dibanding waktu kerja di “kantor” :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com