Pengalaman Pertama Liburan ke Gili Trawangan


Dear friends,

Jika disuruh mengingat kapan saya pertama kali melakukan traveling, saya pasti langsung menjawab ketika mendapatkan hadiah liburan ke Gili Trawangan Lombok, sekitar 4 tahun lalu. Yups, ternyata udah cukup lama juga ya. Biarpun cerita lama, tapi meninggalkan kesan mendalam dan bakal  selalu menjadi permata pengalamanku sepanjang hidup ini. 

Bagaimana tidak? Hadiah liburan waktu itu menjadi awal pertemuan saya dengan Combiphar, yang membuahkan pengalaman-pengalaman berkesan lainnya di dalam hidup saya. 

Empat tahun lalu, saya tak pernah menduga bakalan dapat hadiah liburan ke tempat yang saya impikan. Iseng-iseng ikut lomba nulis di sebuah microsite yang saya pikir saya nggak bakalan menang karena jarak antara waktu lomba dengan pengumuman yang berbulan-bulan. Di saat tak terduga, ada sebuah telepon yang mengabarkan bahwa saya adalah salah satu pemenang hadiah liburan dari lomba yang diadakan oleh Combiphar, membuat saya terperanjat. 

Saya bahkan sempat berprasangka buruk kepada seseorang yang menghubungi saya, bahwa kabar itu hanya tipu-tipu, tapi ternyata saya salah. Beberapa hari kemudian, saya menerima email tiket pesawat beserta jadwal kegiatan selama kami liburan. 

Dengan hati gembira dan penuh sukacita, akhirnya tanggal 4 November 2016 (inget banget tanggalnya) saya berangkat menuju Jakarta dengan penerbangan paling pagi dari Semarang. Saya dan pemenang lainnya berkumpul di gate 3 bandara Soekarno Hatta sebelum terbang menuju Lombok. 


Penerbangan sepanjang 1 jam 40 menit seolah begitu lama, karena sudah tak sabar untuk segera tiba di Lombok dan mengeksplor keindahan kotanya. 

Setibanya di Lombok, kami langsung diajak makan siang dilanjutkan ke Desa Sade sebagai destinasi pertama liburan impian kami. Setelah puas berkeliling Desa Sade, kami langsung menuju ke Pantai Tanjung Aan. Di sini saya menyaksikan betapa indahnya pantai di Lombok yang berwarna biru dan berpasir putih. Uniknya, pasir di Pantai Tanjung Aan ini berukuran agak besar, hampir mirip seperti merica. Banyak penduduk setempat yang menawarkan pasir ini yang dikemas dalam botol bekas air mineral. Meski pengen banget beli, tapi hal tersebut tidak saya lakukan. Apa jadinya, jika semua wisatawan membeli pasir pantai Tanjung Aan. Bisa-bisa ekosistem pantainya jadi rusak karena pasirnya selalu diambil dan dijual. 

dokpri. Pantai Tanjung Aan
Di seberang pantai, ada pulau kecil yang memiliki karang berbentuk kura-kura, yang sering digunakan sebagai obyek foto para wisatawan. Untuk menuju pulau tersebut, kita harus menyeberang menggunakan kapal dengan tarif 50ribu per orang. Beberapa teman pun ramai-ramai ke sana. Saya sih, cukup duduk-duduk di pondokan di pinggir pantai sembari menikmati segarnya kelapa muda dan memandang birunya lautan. 

Setelah puas memendangi pantai Tanjung Aan, kami menuju destinasi berikutnya yaitu Desa Sukarara. Desa ini merupakan desa penghasil tenun terbaik di Lombok. Seluruh anak gadis di desa ini harus bisa menenun, karena kalau tidak mereka tidak akan diperbolehkan menikah. Nah, gawat kan. 


Sayangnya, kami tiba di desa ini jelang maghrib, jadi tidak berkesempatan melihat secara langsung bagaimana para perempuan di desa ini menenun. Kami hanya melihat kain tenun yang masih teronggok di alat penenun saja. Di tempat ini, teman-teman juga berbelanja tenun Lombok. Saya sih, waktu itu cuma bisa liat-liat aja karena cuma bisa melongo melihat harga kain tenun yang buat saya terlalu mahal (ya iyalah, duitmu buat sangu aja nggak cukup. LOL).

Akhir dari perjalanan wisata hari pertama adalah makan malam bersama di rumah makan ayam taliwang. Ini pertama kalinya saya bisa merasakan ayam taliwang di tempat aslinya. Kami semua benar-benar dijamu layaknya tamu agung malam itu. Tak hanya ayam taliwang yang disajikan tetapi ada plecing kangkung, bebalung yang rasanya endang bambang gulindang (ini bener-bener enaaak banget). Saya sampai nambah beberapa kali, loh (ini perut apa kantong yak. LOL). 

Malamnya kami menginap di hotel Fave yang lokasinya di tengah kota Mataram. Saya sekamar dengan Shintaries (founder Blogger Perempuan itu, loh). Diantara pemenang lain, hanya saya dan Shintaries lah yang berstatus blogger, sisanya adalah para kuter (kuis hunter). 

Keesokan harinya, kami bergegas menuju Gili Trawangan. Menempuh perjalanan sekitar 1 jam ke Teluk Nare untuk menyeberang ke Gili Meno dan Gili Trawangan. Tak disangka, kami sudah disambut oleh tim My Trip My Adventure di Gili Meno. Ternyata kami harus ikut syuting MTMA bersama Rikas Harsa dan Marshal Sastra. 

dokpri. Rikas Harsa dikerubungi emak-emak 
Setelah syuting di darat (di sepanjang pantai Gili Meno), kami juga harus syuting di dalam air (snorkling). Padahal saya nggak bisa renang dan nggak bisa snorkling, tapi mau nggak mau harus turun ke air. Apa boleh buat, akhirnya saya masuk ke air juga. Ternyata arus di bawah air cukup kencang waktu itu. Karena banyak yang jagain, saya percaya diri aja masuk ke air. Meskipun  berkali-kali harus minum air laut tapi demi syuting, oke lah. 

Bisa nebak ga, saya yang mana?
Di bagian ini ada cerita yang bikin saya tengsin berat kalo mengingatnya. Jadi, karena melihat keseruan teman-teman lain yang sudah terlebih dulu turun, sayapun segera menyusul. Rupanya karena terlalu semangat turun, air laut pun masuk ke mulut saya. Mungkin karena belum terbiasa memakai peralatan tersebut, jadi dengan reflek saya melepaskan selang dari mulut saya. Jadi, di dalam tubuh saya ada air laut dari Gili Meno. Hihi.

Bersama teman-teman saya mencoba untuk melihat pemandangan di bawah laut tetapi  gagal. Penyebabnya adalah karena saya tak bisa berenang. LOL. Ya sudah, akhirnya saya hanya main-main air saja. Arus laut Gili Meno hari itu cukup bergelombang, jadi saya hanya bisa menikmati bagaimana rasanya tubuh saya diombang ambing ombak. 

Tapi kenapa semakin lama tubuh saya semakin menjauh dari boat, ya.

Lalu saya.....PANIK. Haha. LOL

Karena panik, saya berteriak hingga akhirnya ada seseorang yang membawa saya kembali ke boat. ((harusnya bagian ini di skip, yak? )) Haha. 

Akhirnya setelah cukup lama terapung, saya bisa kembali ke boat. Di dalam boat nampak beberapa teman yang tidak ikut turun menahan mual karena mabok laut. Yah wajar saja, karena boat yang kami tumpangi bergoyang cukup kencang.

Matahari semakin terik, kamipun mulai lelah.  Kami dijadwalkan untuk singgah di Gili Trawangan. Sekitar 20 menit dari spot snorkling, akhirnya boat yang kami tumpangi berlabuh ke Gili Trawangan. Setelah membersihkan badan, kami makan siang di Juku Restaurant dan beristirahat. Sementara yang lain ada yang melanjutkan syuting, ada pula yang berkeliling Gili Trawangan menggunakan Cidomo. Untuk berkeliling Gili Trawangan menggunakan Cidomo, cukup membayar 75 ribu rupiah saja per orang.


Menjelang petang kami semua berkumpul dan harus segera menuju Teluk Nare. Perjalanan kami belum selesai. Masih ada beberapa destinasi lain yang harus kami datangi antara lain Sunset point di bukit Malimbu, pusat souvenir dan oleh-oleh serta makan malam di Ocean Blue Restaurant. Perjalanan yang ditempuh cukup lama, karena kami harus menyeberang terlebih dahulu ke Teluk Nare. Ombak yang sore itu cukup tinggi, menyebabkan kami basah karena cipratan ombak. Belum lagi, boat yang kami tumpangi juga berayun cukup kencang. Fiuuh, benar-benar sport jantung dibuatnya.

Begitu merapat di Teluk Nare, kami harus segera naik ke bus yang akan membawa kami ke Sunset Point di Bukit Malimbu. Hujan mengiringi perjalanan kami menuju Bukit Malimbu. Semoga segera reda ketika kami sampai di sana. Sayang dong, sudah sampai di sana tapi nggak bisa lihat sunset?



Sekitar 40 menit kami tiba juga di Sunset Point bukit Malimbu. Hujan sudah cukup reda dan hanya menyisakan rintiknya. Namun rupanya kami terlalu awal tiba di sana. Matahari masih bersinar dengan terang. Butuh sedikit waktu lagi untuk menyaksikan sang surya benar-benar kembali ke peraduannya. Rombongan kami pun berpencar, mengambil posisi sendiri-sendiri untuk mengambil foto. Berkali-kali saya mengucap syukur kepada Allah, karena atas izinNya saya bisa menginjakkan kaki di tempat seindah ini melalui Insto. 


Gerimis mulai turun lagi, kami harus segera meninggalkan Bukit Malimbu menuju destinasi berikutnya. Sebetulnya kami dijadwalkan untuk mampir ke Esany Gallery, hanya saja dalam perjalanan hujan kembali turun sangat deras, sehingga kami  rencana mampir di galeri harus batal. Akhirnya kami menuju Sasaku, sebuah toko souvenir dan oleh-oleh besar khas Lombok. Nah, kalau suatu hari kalian mampir ke tempat ini, siap-siap kalap deh. Kekepin dompet kalian kalau nggak mau isi dompet kalian terkuras. Haha.

Puas berbelanja di Sasaku, kamipun menuju Ocean Blue Restaurant untuk makan malam. Makan malam kali ini dengan menu ala Sea Food. Restaurant ini berada di pinggir pantai. Sayangnya karena gelap dan hujan, kami nggak bisa menikmati suasana romantis makan malam di pinggir laut, deh. Yang terdengar hanya suara debur ombak saja. Makan malam ini sekaligus menjadi malam "farewel" bagi kami, karena besok kami akan kembali ke kota masing-masing. 

Saya kembali mengucap syukur karena saya bisa mendapatkan kesempatan ini. Kalau bukan karena memenangkan lomba Insto Let's Go to Lombok ini, belum tentu saya bisa pergi berlibur ke Lombok. Saya jadi ingat resolusi tahun lalu, bahwa saya ingin bisa traveling karena tulisan saya dan Allah mengabulkannya. Terima kasih ya Allah. Terima kasih Insto telah memberi kesempatan pada saya untuk mewujudkan liburan impian. Semoga akan ada liburan impian-liburan impian berikutnya.


Posting Komentar

1 Komentar

  1. Asyiknyaa bisa jalan2 gratis. Ke lombok pulak pastinya jd pengalaman ga terlupakan banget ya mbak

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com