Dear friends,
Bali memang tidak pernah mengecewakan siapapun yang mengunjunginya. Bali bahkan membuat banyak orang terkesima dan selalu ingin kembali kesana, termasuk saya. Terhitung, baru dua kali saya mengunjungi Bali. Pertama kali ke Bali tahun 1996, pada saat kelas dua SMA. Waktu itu, sekolah saya mengadakan karya wisata ke Bali yang wajib diikuti oleh siswa kelas dua. Dan, kunjungan kedua pada bulan September tahun 2018. Tepat dua tahun lalu, akhirnya saya bisa kembali datang ke Bali.
Berawal dari ajakan teman untuk berkunjung sebuah tempat yang akan dijadikan sebagai sebuah destinasi wisata berkelanjutan (sustainable tourism) di daerah Tejakula, Kabupaten Buleleng. Meski nggak sepenuhnya untuk liburan, tapi petualangan menyusuri Pulau Bali nggak bakal saya lewatkan.
Saya dan teman-teman menggunakan pesawat dengan penerbangan paling pagi dari Semarang. Sekitar pukul 09.30 WITA kami tiba di bandara Ngurah Rai dan memulai perjalanan menuju Kabupaten Buleleng. Bener-bener perjalanan membelah Pulau Bali, deh. Gimana enggak, Kabupaten Buleleng itu terletak di pesisir utara Pulau Bali, sedangkan kami memulai perjalanan dari bandara Ngurah Rai yang berada di pesisir selatan Bali.
Menurut Pak Komang, sopir yang mengantarkan kami selama berada di Bali, perjalanan dari Denpasar ke Tejakula Kabupaten Buleleng memerlukan waktu sekitar 3 hingga 4 jam. Itupun kalau tidak macet. Saya udah ngebayangin betapa akan membosankannya perjalanan ini. Kami sempat sarapan di sebuah warung muslim, tak jauh dari bandara. Setelah itu kami harus bergegas karena khawatir akan terjebak macet.
Beruntung sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang indah, mulai dari deretan perkebunan jeruk hingga kebun bunga. Jalanan yang kami lalui merupakan wilayah pegunungan yang cukup terjal dan berkelok-kelok.
dokpri. Nyicipin kopi Bali |
Menjelang tangah hari, kami tiba di wilayah Kabupaten Badung. Pak Komang memberhentikan mobil di pinggir sebuah warung yang berada tak jauh dari sebuah jembatan. Kami tak bisa menolak saat Pak Komang menawari untuk ngopi. "Biar nggak ngantuk, kita ngopi Bali dulu," kata Pak Komang.
dokpri. Berpose di Jembatan Tukad Bangkung |
Jembatan itu bernama Tukad Bangkung, yaitu sebuah jembatan yang menghubungkan tiga kabupaten yaitu Kabupaten Badung, Buleleng dan Bangli. Jembatan Tukad Bangkung memiliki panjang 360m, lebar 9,6m dan pilar penyangga jembatan setinggi lebih dari 71,14m. Kabarnya jembatan ini merupakan jembatan tertinggi se-Asia Tenggara, loh. Selain itu, jembatan baru ini juga sering digunakan sebagai spot foto bagi wisatawan yang melintasinya, termasuk saya. Hihi.
Sayangnya kami nggak bisa terlalu lama berhenti karena harus segera tiba di Tejakula. Lumayan lah, mata kami jadi melek setelah minum kopi. Kami baru menempuh sepertiga dari perjalanan. Mata saya tak henti menatap pemandangan dari balik jendela mobil yang melaju.
Akhirnya sekitar pukul 2 siang, kami tiba di Tejakula. Kami disambut oleh pemilik resort yang akan menjadi destinasi wisata berkelanjutan dan beberapa karyawannya. Kami lalu diajak menuju sebuah bale untuk berbincang sejenak sambil menikmati es kelapa dan laklak. Laklak ini sejenis makanan tradisional khas Bali yang mirip serabi yang terbuat dari tepung beras dan dinikmati bersama kelapa parut dan kinca (gula merah cair).
dokpri. Lak-lak, makanan khas Bali |
Selesai makan siang, kami diantar menuju homestay yang letaknya tak begitu jauh dari resort. Suasana Bali yang kental begitu terasa ketika kami tiba di homestay milik Nini (nenek). Homestay Nini sederhana dan bersih. Suasananya nyaman meski tanpa AC dan kipas angin. Angin berhembus melalui jendela-jendela kamar yang dibuka lebar.
dokpri. Belajar membuat gula nira |
dokpri. Belajar membuat anyaman |
dokpri. Bubur Bali bikinan Nini |
dokpri. Foto bersama Nini sebelum melanjutkan perjalanan |
dokpri. The Kirana Hotel |
1 Komentar
wisata pulau dewata emang keren2 ya kak..
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com