Menghapus Stigma dan Diskriminasi Pada Penderita Kusta dengan Kolaborasi Pentahelix


Dear friends,

Pernah dengar kata atau penyakit "kusta"? Saya sendiri terakhir mendengar tentang penyakit kusta, bertahun-tahun lalu, ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit tropis yang menular melalui Mycobacterium Leprae. Sebutan lain dari penyakit kusta adalah lepra. 

Negara kita masih menduduki rangking ke 3 mengenai kasus kusta setelah negara India dan Brazil. Penderita penyekit kusta ini nggak cuma menderita gangguan fisik tapi juga mengalami gangguan psikososial. Apalagi penyakit kusta ini masih sering menimbulkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Kusta dikategorikan penyakit Neglecteed Tropical Desease (NTD) atau penyakit tropis terabaikan oleh WHO. 

Saya sendiri masih awam mengenai penyakit kusta. Saking nggak pernah dapat info mengenai penyakit ini. Padahal di Indonesia ternyata masih lumayan banyak yang menderita penyakit kusta. 

Penyakit Kusta, Penyebab, Penularannya dan Pengobatannya

Beruntung hari Selasa lalu, saya ikut talkshow ruang publik KBR mengenai kolaborasi pentahelix untuk menghapus stigma dan diskrimasi terhadap penderita kusta. Jadi, sedikit banyak saya jadi lebih tahu mengenai penyakit kusta dan bisa bertindak sedini mungkin untuk melakukan pencegahannya. 

Kusta disebabkan oleh jenis bakteri yang tumbuh lambat, yakni Mycobacterium leprae (M. leprae). Kusta ditandai dengan mati rasa pada tungkai dan kaki, yang kemudian diikuti dengan munculnya lesi pada kulit. 

Menurut Dr. dr. Flora Ramona Sigit Prakoeswa, Sp.KK, M.Kes, Dipl-STD HIV FINSDV - Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), kusta merupakan penyakit menular yang paling tidak menular. 

Maksudnya, penularan kusta hanya akan terjadi melalui kontak erat dengan penderita kusta yang belum diobati dalam jangka waktu yang lama. Jika penderita kusta berobat, maka kemungkinan penularan tidak akan terjadi. Kusta sendiri tidak menyebar melalui kontak biasa dengan orang yang terinfeksi, seperti berjabat tangan, berpelukan, atau duduk bersebelahan.

Ibu hamil dengan kusta tidak dapat menularkannya kepada bayinya yang belum lahir. Hingga saat ini belum ditemukan penelitian mengenai penularan kusta ke janin pada ibu hamil. Bahkan, kusta juga tidak ditularkan melalui kontak seksual.

Penyakit kusta bisa disembuhkan. Jika respon imun masih baik, maka penderita kusta dapat sembuh dalam kurun waktu 6-9 bulan. Namun jika respon imunnya sudah tidak baik, tetap bisa sembuh dalam waktu sekitar 2 tahun, dengan catatan pengobatannya teratur dan sampai tuntas, ya. Dijelaskan bahwa penderita kusta jika sudah minum obat, sudah tidak menjadi sumber penularan. Bahkan obatnya bisa didapatkan di Puskesmas seluruh Indonesia secara gratis. 

Meski pengobatan dan pencegahan terhadap penyakit kusta sudah dilakukan oleh pemerintah, penyakit ini masih menimbulkan stigma dan diskriminasi yang tinggi di masyarakat. Penderita kusta yang mengalamistigma akan kehilangan harga diri, sehingga meningkatkan rasa takut, kesedihan, merasa bersalah, depresi, malu, kehilangan harapan, kecemasan, harga diri yang rendah, keputusasaan dan kemarahan, ataupun ketidakmampuan untuk mengekspresikan perasaan. Cacat fisik yang dialami penderita kusta juga akan berdampak pada kondisi psikologis.

Kecacatan permanen yang tampak ditambah dengan pebelan dari masyarakat merupakan salah satu penyebab timbulnya stigma dan diskriminasi. Selain itu, keterbatasan fisik yang terjadi akibat penyakit kusta mengakibatkan penurunan kemampuan fungsional penderita dalam memenuhi kebutuhan hidup, penurunan kemampuan fisik dalam bekerja, menimbulkan kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat serta mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Stigma dan diskriminasi pada penderita kusta terjadi karena minimnya informasi di masyarakat. R Wisnu Saputra, S.H., S.I.Kom - Jurnalis/Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab. Bandung, menyampaikan bahwa kita harus menekankan kepada isu-isu kesehatan terutama  kepada penyandang disabilitas kusta. Masyarakat juga harus aware dengan informasi yang beredar. Jangan sampai mendapatkan informasi yang salah tentang kusta, yang akhirnya mengakibatkan diskriminasi terhadap penderita kusta. 

Keterbatasan fisik yang terjadi akibat penyakit kusta mengakibatkan penurunan kemampuan fungsional penderita dalam memenuhi kebutuhan hidup, penurunan kemampuan fisik dalam bekerja, menimbulkan kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat serta memengaruhi kualitas hidup penderita. 

Diskriminasi dan stigma yang ada dapat berdampak pada meningkatnya angka drop out atau putus berobat kusta. Penderita Kusta akan cenderung bersembunyi dan/atau menyembunyikan sakitnya untuk menghindari stigma dan diskriminasi masyarakat. Jika dibiarkan, hal ini akan menimbulkan dampak yang lebih serius. Yaitu, semakin meluasnya penyebaran penyakit Kusta di masyarakat, karena penderita kusta yang belum menjalani pengobatan akan terus menularkan kuman M.Leprae ke orang-orang di sekitarnya. 

Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat menjadi salah satu cara yang efektif untuk menanggulangi kusta. Lingkungan terdekat harus mendukung penderita kusta untuk berobat ke tenaga medis profesional agar segera sembuh. dr Flora menjelaskan bahwa penyakit kusta bukan hanya ranah dokter spkk, namun kolaborasi antara dokter umum, ahli kesehatan masyarakat dan perawat. 

Kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab kita bersama dan harus dilakukan secara menyeluruh. Kesehatan tidak hanya meliputi kesehatan fisik, tetapi juga mental, sosial dan spiritual. 

Oleh karena itu diperlukan kolaborasi Pentahelix dari berbagai pihak lintas sektor. Seperti yang sudah dilakukan KBR untuk memberikan informasi yang benar tentang kusta kepada masyarakat melalui siarannya, yang menghadirkan dr. Flora dan R. Wisnu sebagai pengisi acara. 

Perlu pendekatan intensif melalui berbagai media yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan meluruskan nilai budaya dan gaya hidup yang negatif ke arah dukungan positif bagi bagi penderita kusta. Penguatan nilai agama dan juga peningkatan akses teknologi akan turut mendukung keberhasilan penghapusan stigma terhadap penderita kusta di masyarakat. 




Posting Komentar

0 Komentar