Mengantar Mimpi OYPMK dan Disabilitas


Dear friends,

Kita tahu, bahwa pandemi berdampak sangat besar terhadap ekonomi negara, termasuk para pengusaha, karyawan berbagai perusahaan bahkan para pekerja disabilitas. Banyak yang kehilangan pekerjaan, termasuk para penyandang disabilitas. Bahkan kondisi tersebut dirasa semakin berat karena harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. 

WHO melaporkan bahwa sekitar 15% penduduk dunia merupakan penyandang disabilitas, dan sekitar 40 juta diantaranya ada di Indonesia. Negara kita termasuk negara yang cukup maju dalam upaya pemenuhan hukum hak penyandang disabilitas termasuk OYPMK, yaitu UU No.8/2016 sebagai tindak lanjut UU No.19/2011 tentang ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas. 

Demi mengantar mimpi OYPMK dan penyandang disabilitas lain, Ruang Publik KBR bekerjasama dengan NLR Indonesia mengadakan talk show Praktik Baik Ketenagakerjaan Inklusif: Mengantar Mimpi OYPMK dan Disabilitas. Menarik banget nih temanya. Apalagi di tempat suami saya bekerja juga ada penyandang disabilitas juga. 

Menghapus Stigma dan Diskriminasi OYPMK dan Penyandang Disabilitas

pekerja disabilitas

Pengobatan dan pencegahan terhadap penyakit kusta sudah dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi penyakit ini masih menimbulkan stigma dan diskriminasi yang tinggi di masyarakat. Penderita kusta yang mengalami stigma akan kehilangan harga diri, sehingga meningkatkan rasa takut, kesedihan, merasa bersalah, depresi, malu, kehilangan harapan, kecemasan, harga diri yang rendah, keputusasaan dan kemarahan, ataupun ketidakmampuan untuk mengekspresikan perasaan. Cacat fisik yang dialami penderita kusta juga akan berdampak pada kondisi psikologis.

Kecacatan permanen yang tampak ditambah dengan pelabelan dari masyarakat merupakan salah satu penyebab timbulnya stigma dan diskriminasi. Selain itu, keterbatasan fisik yang terjadi akibat penyakit kusta mengakibatkan penurunan kemampuan fungsional penderita dalam memenuhi kebutuhan hidup, penurunan kemampuan fisik dalam bekerja, menimbulkan kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat serta mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Berdasarkan data BPS tahun 2020, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja penyandang disabilitas jauh berada di bawah TPAK non-disabilitas. Bahkan di kurun waktu 2016 hingga 2019 semakin menurun. Pada 2019, TPAK penyandang disabilitas sebesar 45,9%. Jumlah ini tiga kali lipat lebih rendah dari TPAK non-disabilitas karena fakta bahwa penyandang disabilitas dianggap tidak mampu bekerja dan karenanya dianggap tidak bisa aktif.

Keterbatasan fisik yang terjadi akibat penyakit kusta mengakibatkan penurunan kemampuan fungsional penderita dalam memenuhi kebutuhan hidup, penurunan kemampuan fisik dalam bekerja, menimbulkan kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat serta memengaruhi kualitas hidup penderita. 

Penderita Kusta akan cenderung bersembunyi dan/atau menyembunyikan sakitnya untuk menghindari stigma dan diskriminasi masyarakat. Jika dibiarkan, hal ini akan menimbulkan dampak yang lebih serius. Yaitu, semakin meluasnya penyebaran penyakit Kusta di masyarakat, karena penderita kusta yang belum menjalani pengobatan akan terus menularkan kuman M.Leprae ke orang-orang di sekitarnya. Masyarakat juga harus aware dengan informasi yang beredar. Jangan sampai mendapatkan informasi yang salah tentang kusta, yang akhirnya mengakibatkan diskriminasi terhadap penderita kusta. 

Agar para penyandang disabilitas dan OYPMK dapat menikmati hak ekonominya, NLR Indonesia telah melakukan inisiatif strategis melalui proyek LEAP di Makasar, Bulukumba dan Toraja Utara di Sulawesi Selatan. 

Proyek ini telah mendorong munculnya kebijakan yang inklusif di sektor ekonomi agar penyandang disabilitas, termasuk yang pernah mengalami kusta dapat mengakses pekerjaan formal maupun informal. Semoga kita semua bisa bekerjasama mengantarkan mimpi OYPMK dan disabilitas agar mendapatkan hak nya untuk bisa bekerja di sektor formal maupun informal. 

Posting Komentar

0 Komentar