dokpri. Kang Trisno bersama Ibu Wiwik Setyowati, Manager Environment and Social Responsibility Division PT. Astra International Tbk
Trisno, seorang pemuda dari Desa Tanon memandangi hamparan sawah yang berada di hadapannya. Dia sendiri baru menyelesaikan pendidikannya di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tidak seperti anak muda lain, yang akan pergi merantau dan mencari pekerjaan ke kota besar, Trisno justru memilih kembali ke desanya.
Impian yang Membawa PerubahanTrisno berharap kepulangannya ke desanya akan membawa perubahan bagi desanya. Sebagian besar penduduk desa Tanon merupakan petani dan peternak sapi perah. Pekerjaan sehari-hari mereka kalau tidak ke sawah atau ladang ya mencari rumput untuk ternak ya memerah sapi. Dalam benaknya, Trisno memikirkan bagaimana caranya agar penduduk bisa mendapatkan peghasilan tambahan.
Akhirnya Trisno mendapatkan ide untuk menjadikan desanya sebagai destinasi wisata. Trisno menemukan kunci yang lebih kuat melalui budaya dan kesenian. Dengan berpegang teguh pada misi utama yakni, pelestarian budaya, Topeng Ayu pun menjadi ciri khas dari wisata ini. Sebenarnya tarian tersebut berasal dari Tari Purbosiswo yang menjadi tarian bentuk pelampiasan para pejuang yang sudah lama tidak melakukan olahraga bela diri.
 | dokpri. Para remaja Desa Tanon usai tampil menari |
Tari Topeng Ayu itu dari Tari Purbosiswo, tarian sejak zaman perjuangan. Jadi, tari Purbosiswo itu bentuk simulasi di zaman penjajahan, kan orang ga boleh berlatih bela diri terus para pelatih tidak kurang akal, jadi akhirnya disimulasikan dalam bentuk tarian. Aslinya gerakan pencak silat, tapi disimulasikan jadi gerakan tari dengan memakai musik.
 | dokpri. Anak-anak Desa Tanon menari Tari Gejukan |
Antara Wisata Edukasi dan Kemandirian EkonomiDi desa wisata menari ini, selain belajar menari wisatawan ini bisa melakukan aktivitas lain seperti out bond, melakukan dolanan ndeso seperti gobak sodor, belajar membuat susu sabun, belajar membuat makanan olahan, serta menabuh gamelan.
Meski begitu Kang Trisno tidak ingin menjadikan desanya sebagai destinasi wisata murni, melainkan sebagai laboratorium sosial baginya. Mengapa begitu? Karena ia mengkhawatirkan pengunjung yang membludak bakal merusak kondisi alam sekitar. Tentu hal ini akan membawa dampak buruk bagi kehidupan masyarakat desa Tanon kedepannya.
Saat ini, sebagai pelopor desa wisata menari, Kang Trisno berusaha untuk terus berkarya, berkreasi, dan berinovasi. Sudah ada banyak wisatawan yang datang dan merasa senang sebab, kini beragam paket wisata yang ditawarkan sangat berkesan.
Tak hanya mempersembahkan kesenian tari, kini wisata kuliner juga jadi penunjang pariwisata ini. Apalagi di sana juga terdapat pasar rakyat yang menyediakan berbagai jajanan dan makanan khas daerah seperti nasi jagung, sayur bobor, dan lain-lain. Para pengunjung bisa menjajaki setiap makanan yang disediakan sesuai dengan paket wisata yang dipesan.
Desa Tanon telah membuktikan bahwa kearifan lokal jika dikelola dengan baik dan didukung semangat inovasi dapat menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa. Melalui Desa Wisata Menari, tradisi tidak hanya diselamatkan dari kepunahan, tetapi juga bisa menjadi modal utama bagi kemandirian dan kesejahteraan masyarakat yang berada di kaki Gunung Telomoyo.
Adanya sosok pemuda seperti Trisno yang peduli akan tempat asalnya menjadi kunci utama keberhasilan Desa Wisata Menari. Keberhasilan ini juga didukung dengan kemauan masyarakat Dusun Tanon untuk hidup mandiri dengan tetap melestarikan tradisi yang ada. |
0 Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com