Siapa Anak Perempuan Itu?

#Day 13 One Day One Post

Dear Friends,
Tema odop kali ini menceritakan pengalaman horor atau mengerikan yang pernah dialami. Saya jadi ingat kejadian 12 tahun yang lalu saat saya masih mengajar di Sekolah Dasar. Hingga sekarang masih saja teringat kisah menakutkan itu.

Jadi begini ceritanya.

gambar pinjam dari www.sigambar.com

Baturaden, Juni 2004
Hari pertama di asrama
Mendung bergelayut diatas langit mengiringi langkahku menuju Panti Sosial Petirah Anak di  Baturaden. Selama empat hari kedepan aku akan mengampu murid-muridku untuk petirah menggantikan guru yang bertugas sebelumnya. Entah kenapa, bulu kudukku langsung berdiri ketika memasuki halaman panti. Gedung panti ini masih tergolong baru. Berlatar belakang bukit dengan area yang sangat luas, asrama-asrama di panti ini terlihat seperti villa. Indah sekali. Indah namun seperti menyimpan misteri di dalamnya. Ah, semoga itu hanya perasaanku saja.
Seorang petugas panti mengantarku ke asrama putri yang akan menjadi tempat tinggalku selama empat hari. Di depan pintu asrama, Bu Lastri dan beberapa murid menyambutku. Beliau adalah guru pendamping yang aku gantikan tugasnya.
“Akhirnya datang juga Bu Ita..” kata Bu Lastri.
Setelah berbasa-basi sejenak, Bu Lastri mengantarku ke kamar. Sebuah kamar yang lumayan bagus, dengan tempat tidur yang lebar dan empuk. Di depannya ada sebuah lemari kayu yang cukup besar dan sebuah meja rias. Kamar mandinya pun bersih dan wangi. Mirip kamar hotel.
“Semoga betah disini ya, Bu” ujar Bu Lastri seraya merapikan tas pakaiannya.
“Kamarnya bagus, ya. Tapi ngeri juga kalau harus tidur sendirian di kamar ini. Disini aman kan, Bu”. Aku mulai khawatir.  
Bu Lastri hanya tersenyum mendengar pertanyaanku. Entah apa arti senyumannya itu.
“Aman kok. Banyak petugas yang berjaga disini”, Bu Lastri mencoba menghapus kekhawatiranku.
“Kalau masih takut, minta satu atau dua anak untuk menemani” lanjut Bu Lastri sambil berpamitan.
Aku hanya mengangguk. Dalam hati berharap, semoga tidak terjadi hal-hal yang tak kuinginkan.
Bbrrr. Hawa dingin mulai merasuk ketika matahari telah kembali ke peraduan. Setelah sholat maghrib dan makan malam, kegiatan malam ini adalah menonton film pendidikan di aula. Anak-anak asrama putri sudah berada di aula. Aku mengambil jaket dan bersiap menuju aula menyusul anak-anak.
Tok! Tok! Tok! Terdengar suara ketukan di pintu asrama. Bergegas kubuka. Seorang anak perempuan membawa nampan berisi gelas dan teko tersenyum padaku.
“Bu, ini teh hangat untuk Ibu” ujarnya lirih. Wajahnya cantik, namun sedikit pucat.
“Terima kasih ya, dik. Sebenarnya tadi saya sudah minum teh di ruang makan. Tolong, letakkan saja di meja tamu ya. Saya mau ke aula”.
Anak perempuan itu hanya mengangguk kemudian keluar setelah meletakkan nampannya. Aku hendak menyusulnya setelah menutup pintu. Lho, kemana anak itu. Cepat sekali jalannya. Tadinya aku mau mengajaknya ikut menonton film bersama anak-anak. Ya sudahlah, mungkin anak itu sudah kembali ke dapur.
Aula telah penuh dengan anak-anak, guru pendamping dan pembimbing. Tak henti mereka bersorak dan bertepuk tangan melihat film yang diputar hingga selesai sekitar pukul 21.30. Anak-anak kembali ke asrama dengan pendamping masing-masing. Begitu pula denganku. Aku mengampu dua puluh anak perempuan di asrama putri melati. Asrama putri melati terdiri dari tiga kamar. Satu kamar untuk pendamping dan dua kamar untuk anak-anak panti.
Aku sempat tertegun ketika memasuki asrama. Kemana nampan yang dibawa anak perempuan tadi? Bukankah tadi kusuruh meletakkannya di meja? Apakah tadi sudah diambil lagi? Bukankah kunci asrama aku yang bawa? Kepalaku dipenuhi pertanyaan-pertanyaan. Tiba-tiba bulu kudukku meremang. Malam ini aku minta tiga murid menemaniku.

*****

Hari kedua
Pukul 04.00 aku dikejutkan dengan suara gedoran pintu asrama. Rupanya begini caranya kami dibangunkan. Anak-anak yang sudah terbangun bergegas menuju kamar mandi dan bersiap ke masjid panti untuk sholat shubuh berjamaah. Menggigil rasanya begitu kusiramkan air ke wajah dan leherku. Setelah mengambil wudhu, aku segera menuju masjid panti yang ada di seberang asrama putri. Tiba-tiba semerbak melati menusuk hidungku. Siapa yang pagi-pagi begini memakai parfum? Sekelebat nampak sesosok anak perempuan yang semalam mengantar teh untukku. Ah, nanti saja kutanyakan padanya soal teh semalam yang tiba-tiba menghilang dari meja.
*****
Menjadi guru pendamping bagi anak-anak selama menjalani petirah ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Kegiatan yang dilakukan telah terjadwal dan dijalankan dengan penuh disiplin dan tanggung jawab. Sambil istirahat dan menunggu jadwal kegiatan berikutnya, aku duduk di ruang tamu asrama sambil membaca-baca buku.
Baru beberapa lembar membaca, tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara TV yang sangat keras. Bukankah hanya ada aku di ruangan ini? Lalu, siapa yang menyalakan TV dengan suara yang begitu keras? Tanpa pikir panjang lagi, aku berlari keluar asrama putri hingga hampir saja menabrak Pak Budi, rekan guru pendamping putra.
“Lho...Bu Ita, kok lari-lari. Kenapa, kok sepertinya ketakutan? “ Pak Budi keheranan.
“Itu Pak. TV di asrama putri tiba-tiba nyala sendiri. Suaranya keras sekali”. Jantungku berdegup kencang. Nafasku tersengal.
“Bu Ita duduk dulu disini”.
Beberapa petugas panti datang menghampiriku. “Kenapa Bu” tanya mereka.
Dengan nafas tersengal kuceritakan kejadian yang baru saja kualami pada mereka. Beberapa dari mereka saling berpandangan. Sepertinya kejadian ini sudah sering terjadi. Salah seorang dari mereka memberiku segelas air untuk menenangkanku.
Pak Budi kembali menghampiriku setelah mengecek asrama putri. “Tidak ada siapa-siapa kok, Bu. TV nya juga tidak nyala”.
“Tapi, tadi TV nya benar-benar nyala sendiri Pak. Suaranya bahkan keras sekali”.
“Ya sudah Bu, mungkin sebaiknya Bu Ita istirahat dulu. Nanti saya minta Mbak Imel untuk menemani Bu Ita” tutur Pak Bandi, petugas panti.
*****
Aku benar-benar tidak menyangka akan mengalami kejadian ini. Aku sedikit tenang ketika Pak Bandi benar-benar memberiku seseorang untuk menemaniku. Seperti yang dijanjikan, Mbak Imel akan menemaniku selama aku mendampingi murid-muridku. Aku sedikit lega.
“Mbak Imel sudah lama bekerja disini? “ tanyaku untuk mencairkan suasana.
“Saya bekerja disini sejak panti ini berdiri, Bu” jawabnya.
Aku jadi ingat anak perempuan yang mengantarkan minuman untukku semalam.
“Tadi malam ada seorang anak perempuan mengantar minuman, katanya teh hangat ke asrama putri. Siapa dia ya? Apakah putri ibu kantin? “.
Mbak Imel mengernyitkan dahi “Anak perempuan yang mana ya, Bu? Disini petugas yang berjaga malam hanya petugas laki-laki”.
“Anaknya tidak terlalu tinggi tapi cantik. Rambutnya sebahu. Tadi pagi waktu saya mau jamaah shubuh saya juga lihat dia” ujarku.
“Tapi ibu kantin juga tidak punya anak perempuan  yang masih kecil. Setahu saya, anak ibu kantin sudah besar dan sudah bekerja di kota” ,Mbak Imel ngotot. “Kalau Ibu tidak percaya, kita bisa menanyakannya langsung pada ibu kantin” lanjutnya.
*****
Aku seperti tidak percaya ketika ibu kantin memberi penjelasan padaku mengenai anak perempuan cantik dengan rambut sebahu.
“Anak-anak perempuan saya sudah besar dan bekerja di kota, Bu. Saya sudah tidak punya anak kecil lagi” . “Lagian, saya juga tidak pernah menyuruh anak-anak untuk mengantar makanan ataupun minuman untuk tamu” lanjut ibu kantin.
Aku hanya terduduk dan termangu. Aku merasa diselimuti ketakutan. Lalu, siapa dia?
Akhirnya rasa penasaranku terjawab sudah. Pak Bandi bercerita, bahwa anak perempuan cantik dengan rambut sebahu itu mungkin adalah Sari. Sari adalah gelandangan yang dibina di dinas sosial ini. Sebelum menjadi panti petirah anak, tempat ini adalah tempat untuk menampung gepeng dan pekerja seks komersial. Sari ditemukan meninggal di penampungan ini. Penyebab kematiannya masih misterius dan tak pernah diusut secara tuntas. Sari dimakamkan dibelakang panti ini.
Dua kejadian yang kualami membuatku memutuskan untuk pulang lebih cepat. Aku benar-benar dicekam ketakutan. Sampai-sampai petugas panti dan murid-muridku yang membereskan pakaianku karena aku tak berani masuk ke asrama. Penyebabku pulang lebih cepat dari jadwal juga dirahasiakan demi menjaga suasana petirah bagi anak-anak tetap kondusif hingga selesai.
Sepuluh tahun telah berlalu, namun kejadian itu masih kuingat hingga kini. Masih kuingat senyum manis Sari dengan suara lirihnya” Ini teh untuk Ibu”.


Posting Komentar

20 Komentar

  1. Atuuuuuuuuuut...... *tutupmuka terus lari

    BalasHapus
  2. Saya baca ini pas adzan dhuhur siang ini, tapi tetap merinding aja bulu kuduk saya.
    Duh, sampai berinteraksi langsung begitu, nggak ganggu sih ya sebenernya, tapi tetep aja jadi takut. Tapi kalau Mbak Ita nggak penasaran nanya itu siapa, mungkin juga nggak jadi ketakutan. Hehehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku tetep aja takut kalo ingat kejadian itu mas...hiiiy, langsung merinding disko :D

      Hapus
  3. huuaaaahhh sereeeem.
    Aduh kenapa aku bacanya pas malem gini *kaburrrr

    BalasHapus
  4. semalam baca judul ini. ga ah. besok aja mbacanya. dan baru jam segini saya berani baca mbak. haha..

    serem. udah itu aja komennya.

    BalasHapus
  5. waaaooowww.... saya penakut mbak
    tadinya nggak mau baca...tapi penasaran
    kalo bacanya siang jadi asik...
    tapi entar malem keinget hiiiiiiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi..awas nggak bisa tidur lho mbak Avy..:D

      Hapus
  6. Harusnya aku baca pas malam jumat neh mba hehe.
    Benar-benar misterius ya mba kematiannya sari. Saya jd membayangkan bagaimana mba dulu di gangguin neh hehe.

    BalasHapus
  7. Kalau tv yg menyala sendiri, mungkin disetel otomatis (btw, emang bisa? kalau setel mati otomatis sih bisa, hehe)etapi kalau memang ada yang meninggal di sana, itu berarti iiiiihh #merinding :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha...ga tahu juga ya, tapi kayaknya itu TV biasa yang ga bisa di setel otomatis deh :D

      Hapus
  8. sereeem mbak, kalau aku jugap asti minat cepet2 pulang juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga langsung minta pulang waktu itu mbak Lia... :D

      Hapus
  9. uwaaahhhhh mbakkk ikaa,,.... aku merindinggg -__-. beneran ya iniii... haduh jgn sampe aku jg ngalamin yg namanya ketemu makhluk halus .. ga kebayang seremnya... untung aku bacanya ini pas siang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi..beneran mbak fanny...makanya aku minta cepet pulang :D

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com