Gambaran umum tentang pelajaran yang diselenggarakan di sekolah biasanya membosankan. Murid hanya duduk di kursi-kursi yang tersedia di dalam kelas dan guru memaparkan pelajaran. Itulah realita dunia pendidikan di negeri kita.Tentunya hal itu bukannya menambah kreativitas anak-anak, malah menjadikan anak jadi pasif. Interaksi yang diharapkan terjadi dalam pembelajaran sangat minim terjadi karena komunikasi cenderung satu arah.
Tentu saja kondisi tersebut jauh dari ideal. Bagaimana bisa para siswa menyerap materi pelajaran dengan baik jika suasana belajar terasa kurang menyenangkan bagi mereka? Begitu pula halnya dengan para guru. Mereka tidak bisa menularkan ilmunya dengan baik jika tidak menikmati suasana mengajar.
Kondisi tersebut merupakan salah satu masalah pendidikan Indonesia yang utama. Proses belajar mengajar hanya satu arah. Akibatnya pembelajaran seringkali malah menjadi tidak efektif, dan murid tidak belajar seperti seharusnya.
Situasi itu juga ditemui di daerah-daerah terpencil, bahkan cenderung semakin parah. Sering kali, keterbatasan fasilitas pendidikan tidak mendukung proses belajar mengajar di sekolah. Untuk itulah, dengan terus mengembangkan kerjasama bersama Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto aktif menggelar program peningkatan kualitas pendidikan, atau disingkat Pelita Pendidikan di sekolah. Salah satu kegiatan dalam Pelita Pendidikan adalah Pelita Guru Mandiri.
Melalui program Pelita Guru Mandiri, guru diajari beragam cara untuk melaksanakan proses pembelajaran kontekstual. Mereka dilatih mengajar dengan memanfaatkan beragam materi yang ada di sekitar mereka. Tujuannya agar materi lebih mudah didapat oleh para guru dan proses pembelajaran lebih mudah dimengerti oleh para siswa.
Bukan hanya itu, guru juga diajari agar lebih kreatif. Pelajaran tidak harus dilakukan di dalam kelas. Selain itu, banyak metode belajar unik yang diperkenalkan. Semua bertujuan agar suasana pelajaran menjadi menyenangkan dan murid menjadi lebih terlibat dalam proses belajar.
Salah satu guru yang merasakan manfaatnya adalah Tri Harjanti yang mengajar di SDN 201/VII Pinang Belai di Provinsi Jambi. Pada 2010, Tri mendapatkan pelatihan dari Tanoto Foundation dalam proses belajar kreatif. Hal itu rupanya dinilai berguna oleh Tri. Kini, ia mengaku tidak bosan dalam mengajar. Sebaliknya siswanya juga merasa senang.
“Seandainya dari dulu saya tahu ada metode belajar aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan seperti yang diajarkan oleh Tanoto Foundation, tentu saya dengan senang hati menerapkannya. Metode ini membuat saya lebih menikmati dalam mengajar dan anak pun tidak mudah bosan,” kata Tri.
Sedemikian bergunanya pelatihan belajar kreatif yang diberikan oleh Tanoto Foundation membuat Tri tidak mau melewatkannya. Ia rela datang ke mana pun ketika pelatihan digelar.
“Pernah saya harus jalan kaki sejauh lima kilometer untuk mengikuti pelatihan dari Tanoto Foundation,” kenang Tri. “Kondisi jalan yang kami lewati sangat buruk sehingga mobil kami mengalami kerusakan. Saya turun dari kendaraan dan meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Kalau hanya kendala-kendala semacam ini, bukan masalah bagi saya. Kalaupun harus jalan kaki puluhan kilometer, asalkan bisa mengikuti pelatihan, saya senang menjalaninya.”
Tri hanya satu dari sekian banyak guru yang sudah merasakan manfaat Pelita Guru Mandiri. Sampai Desember 2015, sudah 2.200 guru dan kepala sekolah yang mendapat pelatihan serupa. Sebanyak 230 di antaranya telah mampu berkembang sebagai peer educator. Pelita Guru Mandiri merupakan satu dari banyak kegiatan Tanoto Foundation dalam mendukung peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Tanoto Foundation juga aktif dalam melaksanakan program beasiswa Tanoto Foundation, serta memperbaiki beragam fasilitas pendidikan. Semua dilakukan karena dunia pendidikan yang bermutu dan mudah diakses akan sangat berpengaruh terhadap masa depan bangsa Indonesia.
15 Komentar
Aku jadi pengen ngajar lagi.. :)
BalasHapusAyok ngajar lagi, Neu. Pas Aga sekolah :D
HapusBenar2 perjuangan, ya? Duh, aku ingat cita2 masa kecilku.
BalasHapusIya, Anisa...kamu sekarang juga jadi guru kan, gurunya blogger. hebat :D
HapusJalan lima kilo, Mbak? :o Aku gak bisa bayangin gimana pegalnya kaki.
BalasHapusIya, jalan 5 kilo mbak. Bagi Guru2 yg berada di pedalaman atau di desa, sudah biasa
HapusAku njuk pingin jadi guru. Berat memang ya. Butuh semangat pantang menyerah
BalasHapusMbak Wahyu...pasti bisa, jadi gurunya anak-anak, hehe
HapusWalaupun ngajar mahasiswa aku suka cara ngajar interaktif yg fun mbak biar anak2 ga bosen n semangat belajar ;)
BalasHapusiya..kalo ada interaksi dan fun, kelas jadi hidup ya say :D
Hapusmemang harus mbak..kalau gak menyenangkan kasian anak2 yang udah semangat belajar..hihihi
BalasHapussalam dariku guru kecil ^^
Yups..kalo nggak menyenangkan tentu anak-anak malah jadi cepet bosan saat belajar ya
Hapussun sayang buat anaknya Guru Kecil :D
kreativitas saat mengajar emang perlu banget kayaknya dizaman sekarang, hubungan 2 arah bikin belajar jadi Enjoy! sukses terus pendidikan Indonesia ^^
BalasHapusSalam kenal.
Betul banget, mbak. Kreativitas akan tercipta kalo ada interaksi antara guru dan murid.
HapusSalam kenal juga, Mom ;)
Membayangkan jalan 5 km, etapi malah ada hikmahnya ya mba, jadi sehat. Moga ada perhatian lebih utk guru2 di daerah.
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com