Dear friends,
Sudah hampir 5 bulan saya tidak pulang ke kampung halaman saya Purworejo. Rindu yang teramat sangat sedang saya rasakan saat ini, terutama kepada Bapak, orangtua saya satu-satunya. Selain itu, saya juga rindu suasana tentram di kampung. Meski jauh dari mana-mana, saya merasakan kenyamanan dan kehangatan di sana.
Selain rindu suasana kampung halaman, saya juga rindu makanan khas nya. Untuk mengobati kerinduan saya, biasanya saya hunting makanan-makanan itu tiap kali pulang kampung. Selain rindu dengan makanan khas kampung halaman, saya juga rindu makan bakso di warung bakso langganan. Buat saya, bakso itu belum ada lawan. Aroma khas nya belum saya temukan di bakso-bakso lain yang pernah saya cicipi. Ntar kapan-kapan saya tulis deh, kenapa bakso ini jadi langganan saya sejak dulu.
Ngomong-ngomong soal makanan tradisional, Purworejo memiliki cukup banyak makanan dan minuman khas yang hingga kini masih digemari banyak orang. Sebut saja dawet ireng, kue lompong, cenil, geblek, lanting, clorot dan lainnya. Selain makanan-makanan tersebut, ada juga sate Winong yang punya citarasa khas pada bumbunya. Sate Winong hanya ada di desa Winong. Kebetulan lokasinya nggak begitu jauh dari rumah saya. Cerita tentang sate Winong juga akan saya jadiin post tersendiri deh (semoga nggak males nulisnya. LOL).
Baiklah, kita bahas satu per satu makanan tradisional khas kampung halaman saya Purworejo, ya.
Kue Lompong
Biarpun warnanya hitam, tapi kue yang satu ini rasanya legit banget lho. Kue lompong adalah sejenis kue basah yang berbahan dasar lompong atau batang daun talas yang dilumatkan. Lompong inilah yang memberikan warna hitam pada kue lompong. Lompong kemudian dicampur dengan tepung ketan, tepung merang dan gula. Sedangkan untuk isi kue lompong adalah kacang tanah yang ditumbuk dan rasanya manis. Kue lompong ini memiliki ciri khas dibungkus dengan daun pisang yang sudah kering (klaras). Kue lompong ini juga wajib kalian coba. Kalo pengen nyobain, japri saya buat jastip ya. LOL.
Clorot
Clorot ini sejenis jajanan yang terbuat dari campuran tepung beras, santan dan gula jawa. Makanan ini dibungkus menggunakan janur yang dibentuk melilit berbentuk mirip terompet dan panjang. Cara memakannya unik yaitu dengan mendorong bagian bawah clorot hingga clorot muncul di ujung atas. Jadi kalian nggak perlu membuka lilitannya. Oh iya, Clorot ini berasal dari Kecamatan Grabag, sebuah kecamatan yang terletak di sebelah barat daya kota Purworejo.
Geblek Bumbu
Salah satu makanan yang paling saya cari kalo sedang pulang kampung adalah geblek. Kalian harus mengucapkan huruf "e" seperti menyebut kata bebek, ya. Soalnya kalau kalian melafazkannya seperti huruf "e" biasa, bisa beda maksudnya. Haha.
Geblek adalah penganan yang terbuat dari tepung singkong (pati singkong) yang dibumbui bawang putih kemudian dibentuk seperti gelang rantai. Rasanya mirip dengan aci goreng dari Bandung. Penganan yang memiliki citarasa gurih ini biasanya dijual di pedagang gorengan. Kalian bisa langsung menyantapnya setelah digoreng. Kalo saya sih lebih suka geblek dengan tambahan bumbu kacang (bumbu pecel) sebagai pelengkapnya.
Cenil
Sebenarnya penganan cenil ini nggak cuma ada di Purworejo, tapi saya pertama kali kenal dan merasakan legitnya cenil di Purworejo, jadi saya anggap cenil adalah makanan khas Purworejo juga. Saat kecil dulu, setiap hari Minggu Ibu selalu mengajak saya pergi ke pasar tradisional. Yang paling saya suka ketika ikut ke pasar adalah Ibu tak pernah lupa membelikan cenil untuk saya dan adik-adik. Tahu nggak, pedagang cenil langganan Ibu bahkan masih berjualan hingga sekarang, loh. Cenil ini dibuat dari pati singkong yang dibentuk, diberi warna, direbus kemudian diberi parutan kelapa dan saus gula jawa (kinca). Cenil ini juga makanan favorit saya.
Dawet Ireng
Dawet ireng kini tak hanya dikenal di Kota Purworejo saja, tetapi telah merambah ke berbagai kota. Dawet ireng yang berasal dari Kecamatan Butuh ini memiliki ciri khas berupa cendol (dawet) yang berwarna hitam dengan santan dan sirup gula jawa. Warna hitam dawet berasal dari abu jerami yang dibakar. Jangan khawatir, pewarna alami itu aman dikonsumsi kok.
Dawet ireng ini juga konon berkhasiat sebagai pereda panas dan memperlancar pencernaan. Selain itu jika dawet ireng biasanya menggunakan nangka atau tape ketan sebagai pelengkap. Rasanya, hmmm mantuul.
Belakangan ini makin banyak masyarakat yang kembali suka mengonsumsi makanan tradisional. Sudah saatnya kita mengembalikan kejayaan kuliner Indonesia yang beragam dan tak kalah lezatnya dengan kuliner kekinian.
Yuk, lestarikan kuliner tradisional Indonesia dengan mulai mengenalkannya pada dunia.
Ngomong-ngomong soal makanan tradisional, Purworejo memiliki cukup banyak makanan dan minuman khas yang hingga kini masih digemari banyak orang. Sebut saja dawet ireng, kue lompong, cenil, geblek, lanting, clorot dan lainnya. Selain makanan-makanan tersebut, ada juga sate Winong yang punya citarasa khas pada bumbunya. Sate Winong hanya ada di desa Winong. Kebetulan lokasinya nggak begitu jauh dari rumah saya. Cerita tentang sate Winong juga akan saya jadiin post tersendiri deh (semoga nggak males nulisnya. LOL).
Baiklah, kita bahas satu per satu makanan tradisional khas kampung halaman saya Purworejo, ya.
Kue Lompong
Biarpun warnanya hitam, tapi kue yang satu ini rasanya legit banget lho. Kue lompong adalah sejenis kue basah yang berbahan dasar lompong atau batang daun talas yang dilumatkan. Lompong inilah yang memberikan warna hitam pada kue lompong. Lompong kemudian dicampur dengan tepung ketan, tepung merang dan gula. Sedangkan untuk isi kue lompong adalah kacang tanah yang ditumbuk dan rasanya manis. Kue lompong ini memiliki ciri khas dibungkus dengan daun pisang yang sudah kering (klaras). Kue lompong ini juga wajib kalian coba. Kalo pengen nyobain, japri saya buat jastip ya. LOL.
Clorot
Clorot ini sejenis jajanan yang terbuat dari campuran tepung beras, santan dan gula jawa. Makanan ini dibungkus menggunakan janur yang dibentuk melilit berbentuk mirip terompet dan panjang. Cara memakannya unik yaitu dengan mendorong bagian bawah clorot hingga clorot muncul di ujung atas. Jadi kalian nggak perlu membuka lilitannya. Oh iya, Clorot ini berasal dari Kecamatan Grabag, sebuah kecamatan yang terletak di sebelah barat daya kota Purworejo.
Geblek Bumbu
Salah satu makanan yang paling saya cari kalo sedang pulang kampung adalah geblek. Kalian harus mengucapkan huruf "e" seperti menyebut kata bebek, ya. Soalnya kalau kalian melafazkannya seperti huruf "e" biasa, bisa beda maksudnya. Haha.
Geblek adalah penganan yang terbuat dari tepung singkong (pati singkong) yang dibumbui bawang putih kemudian dibentuk seperti gelang rantai. Rasanya mirip dengan aci goreng dari Bandung. Penganan yang memiliki citarasa gurih ini biasanya dijual di pedagang gorengan. Kalian bisa langsung menyantapnya setelah digoreng. Kalo saya sih lebih suka geblek dengan tambahan bumbu kacang (bumbu pecel) sebagai pelengkapnya.
Cenil
Sebenarnya penganan cenil ini nggak cuma ada di Purworejo, tapi saya pertama kali kenal dan merasakan legitnya cenil di Purworejo, jadi saya anggap cenil adalah makanan khas Purworejo juga. Saat kecil dulu, setiap hari Minggu Ibu selalu mengajak saya pergi ke pasar tradisional. Yang paling saya suka ketika ikut ke pasar adalah Ibu tak pernah lupa membelikan cenil untuk saya dan adik-adik. Tahu nggak, pedagang cenil langganan Ibu bahkan masih berjualan hingga sekarang, loh. Cenil ini dibuat dari pati singkong yang dibentuk, diberi warna, direbus kemudian diberi parutan kelapa dan saus gula jawa (kinca). Cenil ini juga makanan favorit saya.
Dawet Ireng
Dawet ireng kini tak hanya dikenal di Kota Purworejo saja, tetapi telah merambah ke berbagai kota. Dawet ireng yang berasal dari Kecamatan Butuh ini memiliki ciri khas berupa cendol (dawet) yang berwarna hitam dengan santan dan sirup gula jawa. Warna hitam dawet berasal dari abu jerami yang dibakar. Jangan khawatir, pewarna alami itu aman dikonsumsi kok.
Dawet ireng ini juga konon berkhasiat sebagai pereda panas dan memperlancar pencernaan. Selain itu jika dawet ireng biasanya menggunakan nangka atau tape ketan sebagai pelengkap. Rasanya, hmmm mantuul.
Belakangan ini makin banyak masyarakat yang kembali suka mengonsumsi makanan tradisional. Sudah saatnya kita mengembalikan kejayaan kuliner Indonesia yang beragam dan tak kalah lezatnya dengan kuliner kekinian.
Yuk, lestarikan kuliner tradisional Indonesia dengan mulai mengenalkannya pada dunia.
2 Komentar
waaahhh, mbak, kok enak kabeh to ini makanannya. Aku mau semuaaa...masakke mbaaakkk
BalasHapusNama makanannya lucu-lucu, Mbak. Yuni cuma familiar sama nama cenil dan dawet aja. Geblek pun kadang dipake untuk umpatan kan ya. Ternyata itu nama makanan. HEhehe
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup. Jangan lupa komentarnya yaaa.....
bundafinaufara.com